Kamis, 15 Agustus 2013

Kagerou Daze II

Kabut Panas Memusingkan II 
Di kereta yang berguncang, dari jendela yang sedikit terbuka berhembus angin kencang yang agak dingin tapi masih nyaman.

Pemandangan yang terlihat dari jendela bukan lagi gunung-gunung seperti biasanya, melainkan benda abu-abu besar yang seperti penyongkong perkembangan masayarakat. 

"Yaaaah… Ini bagus. Dikit." 

Aku tidak bisa menahan diri untuk mengomentari hal ini. Yah, bukan salahku kan melakukan itu, aku tidak pernah mengalami liburan musim panas yang mengasyikkan ini. 

Dunia di luar desa dimana aku dibesarkan, lebih baik dan indah daripada apa yang kuduga. 

Pemandangan-pemandangan yang cuma bisa kulihat di TV, sekarang bisa kulihat dengan jelas di balik jendela ini. Mereka tersusun rapi seperti telah diletakkan di lemari, membuatku menjadi heran. 

Dan yang paling penting adalah keberadaan orang yang membuat hatiku berdebar dengan kencang ada tepat di depanku. 

“Menjijikkan. Apa bagusnya pemandangan seperti ini. Ada sesuatu yang salah di kepalamu ya?” 

"Ehehehe. Habis, bukannya kau merasa kagum dengan hal seperti ini? UWAHH! Gedung itu BESAR SEKALI! Hei, Hiyori kau liat itu?!" 

"Ah~ menjengkelkan, benar-benar menjengkelkan. Dulu aku juga menanti-nanti melihat itu, tapi sekarang aku sudah bosan melihat hal-hal seperti itu.” 

Di arah seberang tempat dudukku, Hiyori dengan sikapnya yang dingin seperti biasa melihat keluar jendela sama sepertiku. 
 
Ahh, aku jadi ingin mengambil foto pemandangan ini. 

Sebelum aku pergi, aku sujud dan memohon kepada ayahku untuk meminjamkan kamera SLR ini. 

Aku merasa mendengar benda kecil yang ada di bawah kursi ini berbisik “Hei, sudah waktunya bagiku untuk beraksi, kan?” 

Pada waktu apapun, asalkan itu Hiyori semua foto akan menjadi gambar yang indah. 

“Aku benar-benar menantikannya. Ngomong-ngomong, aku punya banyaaaak sekali tempat yang ingin kutuju. Jadi! Yang mana yang kita kunjungi duluan?!” 

“Kunjungi duluan kah....Bukannya berbelanja di jalanan sekitar saja sudah bagus? Karena pemandangan seperti ini sudah membuatmu senang kurasa kamu akan puas hanya dengan itu.” 

Hiyori menyarankan itu tanpa melihatku sama sekali dan hanya melihat ke arah pemadangan yang ‘membosankan’ katanya. 

“Apakah, apakah kita akan pergi bersama....?” 

“Huh? Kenapa aku harus ikut denganmu? Kalau aku enggak pergi kamu bisa saja pergi sendiri.” 

"Ah, em……." 

Dan seperti biasanya aku tidak bisa menarik perhatian Hiyori, pembicaraannya hanya terhenti begitu saja. 

Malam setelah berbicara dengan Hiyori ditelepon, aku yang masih salah paham dengan hubungan kami mencoba untuk menyambutnya pagi ini di koridor sekolah “Selamat Pagi! Cuaca hari ini bagus yah!” dan tidak dipedulikan, aku hanya menjadi bahan tertawaan semua orang. Akhirnya aku mengerti dimana aku berdiri. 

Benar juga, Hiyori tidak memilihku karena sesuatu yang spesial, hanya saja karena aku ‘terlihat mudah untuk disuruh-suruh’.

Dan karena itu jugalah, kami tidak pernah berbicara satu sama lain di sekolah. Waktu sebelum kami berangkat hari ini, satu-satunya cara untuk berbicara dengan Hiyori adalah telpon darinya yang tidak beraturan datangnya. 

Itulah kejamnya kenyataan. 

Tentu saja untuk mencegah telpon dari Hiyori diangkat orang lain aku terus duduk di koridor rumahku dan menunggu. 

Biarpun ada seminggu dia tidak menelpon sama sekali, ada juga saat dimana dia menelpon sehari dua kali.
Biarpun semua telponnya isinya cuma tentang tanggapan-tanggapannya, aku telah melekatkannya erat-erat ke dalam otakku, sampai-sampai saat aku menutup mataku aku dapat mengingat semuanya. 

Perjuanganku untuk mendapat izin sangatlah berat dan sulit. Jika harus dijelaskan, akan menjadi cerita yang sangat panjang. 

Bahkan ibuku yang biasanya menjadi orang pertama yang khawatir denganku pada akhirnya hanya berkata “Ini benar-benar sulit untukmu.” dan membuatkanku segelas teh. Tidak adakah orang yang bisa mengerti...
Sampai-sampai untuk membuat orang tua yang seperti itu menerimanya, aku telah memberikan banyak usaha untuk ini. 

Malam pertama saat aku mengatakan pada ayahku, “Aku ingin pergi ke kota untuk liburan musim panas.” aku langsung dikunci di luar rumah, gemetaran mendengar suara anjing liar yang melolong dan perasaan mengerikan yang merayap ke diriku. 

Aku lalu berpikir, “Tidak bisa. Aku harus memberi alasan yang bagus.” dan aku berpikir ‘ikut les tambahan liburan musim panas’ adalah alasan yang jenius, dan aku kembali menantang orang tuaku. 

Tetapi orang tuaku hanya berkata, “Kalau mau belajar belajar saja di rumah.” dan sekali lagi aku dilempar ke alam luar, dan dengan pasrah menerima serangan dari para rakun. 

Kemudian aku berpikir keras. Aku mencari berbagai info dan akhirnya aku mendapatkan alasan yang sangat sangat hebat. “Di seluruh Jepang cuma ada sekolah satu-satunya dimana aku bisa belajar tradisi India yang aku tidak tau banyak, dan karena bukunya hanya dijual di situ, aku harus pergi.” 

Terakhir kali aku bernegosiasi dengan orangtuaku sampai jam 3 malam, dan untuk meyakinkan ayahku yang keras kepala aku bahkan berkata, “AKU TIDAK BISA MELIHAT APA-APA SELAIN INDIA.” dan “JIKA KAU MAU MENGHENTIKANKU KAU HARUS MENGHILANGKAN SELURUH INDIA DULU” dan setelah berbagai macam perkataan yang gila level maksimal lainnya ayahku berkata, “Aku telah salah mengajarimu.” dan AKHIRNYA setuju untuk membiarkanku pergi ke kota. 

Jadi sekarang aku adalah ‘anak lelaki yang mempunyai rasa penasaran yang tidak biasa untuk mencari tau tentang tradisi di India yang dia tidak tau sama sekali.’ dengan status hubungan yang setengah hancur dengan orang tuaku, aku berada disini sekarang. 

Aku sendirilah yang memulai semua penurunan harga-diri yang tak masuk akal ini, tapi yang paling membuatku terkejut adalah Hiyori. 

Tapi terlalu memalukan kalau aku mengatakan aku melakukan semua ini karena Hiyori. 

Aku sudah siap dianggap rendahan oleh Hiyori dan memberitahunya, “Belum lama ini aku mempunyai keinginan untuk mempelajari tradisi India dari masyarakat yang profesional, jadi orangtuaku menyetujuinya.” tapi Hiyori malah berkata, “Itu bagus. Aku suka mencari tau tentang sesuatu juga.” itu adalah jawaban terbagus yang pernah kudapat dari dia. 

Dia benar-benar mempunyai hobi untuk hal-hal yang tidak diduga seperti ini ya. Semua pengorbananku sampai sekarang telah cukup, aku akan terus-menerus mengingat kutipan Hiyori itu. 

Tentu saja aku telah merekam bagian dimana dia berkata “Aku suka”, dan akan kusimpan ke dalam ‘Boneka Suara Hiyori’ yang sudah jadi, yang akan menjaga kamarku selama aku tidak ada. 

Tenggelam ke dalam ingatanku, tanpa kusadari kereta apinya telah mendekat dengan peron yang besar.
Peron itu penuh, seperti ada event yang akan diadakan disana. 

“Ah, cepatlah, kita akan pergi ke pemberhentian selanjutnya, Hibiya.” 

"Eh?! Ah, ya!" 

Jawabku, dan aku pun berdiri dari tempat dudukku. 

Akhirnya setelah aku mengeluarkan barang-barang Hiyori yang sangat banyak dari tempat menaruh barang-barang di atas kursi, aku membawa ranselku yang sudah jelas lebih kecil dari barang-barang itu dan langsung bersiap. 

“Oke! Kita akan keluar sebentar lagi.” 

Keretanya tiba-tiba melambat dan tenaga inersia tiba-tiba datang dari kakiku. 

Agar tidak jatuh aku berusaha berdiri dengan tegap, tetapi saat keretanya berhenti inersianya langsung menghilang dan badanku tiba-tiba jatuh ke arah kebalikannya. 

"Uwahh…" 

"Huh, apa yang kamu lakukan. Cepatlah, kita pergi sekarang." 

Hiyori melihatku dan meghela napas, lalu dia berdiri dengan rapi dan berjalan ke pintu. 

"U-uwahh tunggu....tunggu aku!" 

Aku bergegas membawa barang-barang Hiyori dan berjalan ke arah pintu. 

Sejak pintu itu terbuka sampai aku keluar, dunia yang kulihat adalah kerumunan orang yang sangat banyak berbaur dalam keramaian hingga mengeluarkan tekanan yang bisa membuatku serasa akan tercekik sampai mati. 

Hiyori dengan santai berjalan ke peron, sedangkan aku mencoba sebisaku untuk mengejarnya. 

Bersamaan aku berjalan melalui garis kuning yang kasar di lantai, menggunakan roda yang ada di barang-barang ini, akhirnya berjalan ke eskalator dan sekarang aku bernapas dengan agak cepat. 

"Hei…….. Hiyori. Apakah ada event sesuatu hari ini……?" 

"Hmm~? Enggak, kurasa nggak ada. Kalau maksudmu festival musim panas itu masih lama." 

Hiyori menjawab sambil bermain dengan HP di tangannya.

"Eh, eh~ begitu yah…" 

Jadi inikah tes sulit yang ada di kota besar. 

Aku pernah menonton di TV tentang ‘KERAMAIAN pulang-pergi pekerja.’ dan aku mengejeknya dan berpikir “mereka terlalu membesar-besarkan.”, tapi dari situasi yang kualami sekarang sepertinya itu benar. 

'Kumohon jangan bilang kereta selanjutnya akan seperti itu lagi.' memikirkan itu membuatku merinding.
Mungkin ini cuma karena aku masih belum terbiasa, bersama eskalator yang mengarah ke tanah, hatiku dipenuhi dengan tegangan yang tidak biasa. 

“Turun....sekarang turun.” 

Saat aku bersiap turun aku tidak bisa mendapatkan waktu yang tepat untuk itu, langkahku jadinya agak aneh.
“Benar-benar kampungan.” 

Hiyori yang turun duluan menertawakanku sambil mengatakan itu, aku sangat malu sampai-sampai aku tidak bisa mengangkat kepalaku. 

Lain kali sebelum perjalanan bersama Hiyori aku harus latihan dulu. 

Kami berjalan melalui pemeriksaan tiket, disitu tercampur kerumunan yang lebih besar daripada di peron. Aku berpikir jika aku berjalan bersama dengan kerumunan itu, jalan yang akan kulalui akan benar-benar seperti petualangan. 

Hiyori yang masih sama seperti biasanya, bergegas berjalan tanpa menungguku. Tetapi karena aku juga mempunyai tiket, kupikir tidak akan ada masalah untuk meniru orang yang ada di depan dan berjalan terus.
Ini adalah pertama kalinya aku melihat mesin pemeriksa tiket otomatis yang kini sudah menggantikan tugas manusia di masa lalu.

Apakah mesin ini akan benar-benar mengecek tiket dengan baik? Aku merasa satu atau dua orang bisa melewatinya diam-diam.

Saat hampir giliranku, agar tidak melakukan kesalahan aku melihat tangan yang bergerak dari orang yang di depanku dengan seksama. 

Orang itu mengeluarkan sesuatu dan meletakkannya ke mesin bersamaan itu berbunyi, dan dengan tenang melewati pemeriksa tiket itu. 

Begitu toh sistemnya. Stasiun kereta di desaku ada paman tua yang baik sebagai pemeriksa tiket yang kemudian akan memotong tiketnya satu per satu, jadi ini benar-benar kota besar ya. Biarpun aku masih tidak mengeri, tempat ini sangat berteknologi tinggi. 

Saat giliranku, aku memastikan mesin itu tidak rusak, meletakkan tiket ke mesin itu sama dengan orang yang tadi, dan maju ke depan. 

Tetapi, tiba-tiba suara elektronik ‘TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIT———————‘ yang memekikkan telinga keluar, seperti ingin menghantamku dan membunuhku dengan papan-papan tiba-tiba muncul. 

"U-UWAHHHHHHH!!!!!!" 

Menemui situasi yang sangat tidak diduga ini aku tidak bisa menahan teriakan. Aku yang sedang berada dalam masalah melihat ke belakang, para orang dewasa memberikan tatapan kebingungan pada diriku, tak bisa berkata apa-apa.

"w-Wah….. HIYORI! TO-TOLONG AKU!" 

Saat para staff bergegas kesini, Hiyori yang sudah agak jauh terhenti disitu dan melihat kearahku, tetapi saat aku memanggil namanya dia memerah dan menurunkan pandangannya. 

"Haha, kamu tidak apa-apa kok nak. Kamu harusnya meletakkan tiketnya disini." 

Menurut apa yang dikatakan staffnya, aku harusnya memasukkan tiket itu ke dalam pemeriksa tiket. Tegangan tinggi dari mesin tadi sekarang hanya seperti mimpi, papan-papan itu berhasil terbuka.

"te-TERIMA KASIH…..!" 

Setelah akhirnya terlepas, aku merasa lega. Tetapi aku tidak tahan bagaimana cara kerumunan itu melihat diriku jadi aku pergi diam-diam. Orang yang menungguku di depan, Hiyori, terlihat tidak senang. 

“Kamu itu ikut mau bikin aku malu ya...?” 

Menemui Hiyori yang wajahnya penuh dengan amarah, seperti sound effect guntur-guntur mengikuti dibelakang, aku sedikit meratap. 

“Ha-habis orang yang sebelumnya tadi.....itu.....AAHHH, MAAF! Aku akan lebih berhati-hati di kedepannya....” 

Aku berusaha meminta maaf. Aku tidak tahu antara memarahiku itu buang-buang tenaga atau apapun, tapi Hiyori cuma berkata “Kamu harus lebih bersemangat, oke.” dan kembali melangkah pergi. 

Setelah itu, semoga aku bisa mencapai tujuanku tanpa ada masalah lagi. 

Saat aku ingin mengejarnya, Hiyori tiba-tiba berbalik ke arahku dan mengulurkan lidahnya, dari sudut pandangku sosoknya itu terlihat seperti berkata “Ayo kejar dan tangkap aku.” 

“Aku pasti akan menangkapmu....!” 

Aku kembali memegang pegangan barang-barang dengan erat dan menuju pada Hiyori yang hampir hilang dikeramaian, aku mengambil langkah yang besar.

♥♥♥
Dibawah terik matahari yang panas dan dikelilingi sinar matahari dari berbagai arah yang belum pernah kualami sebelumnya sampai-sampai Life Pointku hampir mencapai 0, kami akhirnya sampai ke depan rumah kecil yang berdindingkan bata merah. 

“Sudah sampai....? Kita AKHIRNYA SAMPAI....?!” 

“Tentu saja kita sudah sampai. Memangnya kamu bodoh apa?” 

Setelah melewati pemeriksaan tiket, aku berjalan melalui keramaian yang tidak biasa dari stasiun kereta api bawah tanah. Pada saat aku sampai ke tanah, aku ingin menyeberangi kendaraan-kendaraan yang melintas, tetapi aku tertipu dengan arah lampu lalu lintas yang aku sama sekali tidak mengerti kemana mereka mengarahkan. Itu sangatlah memalukan.

Dan juga cahaya matahari ini. 

Panas yang sangat menyakitkan ini yang tidak akan pernah bisa kubayangkan saat aku berada di desa telah menguras life pointku dengan sangat cepat. 

"Aku……….. agak benci dengan kota." 

"Begitu ya. Tapi karena kamu sudah disini kamu harus bertahan untuk sementara. " 

Hiyori yang berteduh dibawah payung tanpa setetes pun keringat berkata dengan muka datar sempurna. 

Jadi ini tes berat yang ada di kota ya....kalimat yang sudah muncul lebih dari empat atau lima kali dalam pikiranku kembali muncul. 

Tapi aku sudah memutuskan untuk hidup bahagia di kota dengan Hiyori, bagaimana bisa Hiyori melihatku kalau baru seperti ini saja aku sudah mengeluh. Kalau aku menyerah sekarang aku merasa aku tidak akan kembali hidup-hidup. 

Benar, lupakan saja pikiran negatif itu. Saat pintu besar ini dibuka kenangan yang tidak akan pernah kami lupakan akan dimulai. 

Dalam waktu 2 minggu ini, jika aku masih tidak bisa membuat Hiyori melihatku, aku tidak akan mempunyai kesempatan kedua. 

Bukan hanya itu saja, sisa hidupku yang panjang akan terbuang untuk menjelajahi tradisi India yang tidak berguna. 

Inilah yang harus benar-benar kuhindari. 

Aku harus menggunakan semua ideku untuk mendapatkan hatinya saat kami menginap. Di masa depan yang jauh dia akan menjadi istriku dan kami akan hidup di India bersama menjadi biarawan. 

Hanya itu saja. 

"Uhm~ Permisi~" 

Saat aku tenggelam dalam khayalan norakku, Hiyori menekan bel rumah tanpa mempedulikan apapun. 

“Tidak, kau tidak usah menekannya berkali-kali....” 

"Eh? Tapi enggak ada yang mengangkat telponnya. Jadi nggak ada pilihan lain. Haa~looo!" 

Menekan bel pintu dengan keras kepala tanpa berhenti, dia benar-benar terlihat seperti Yakuza yang ingin ngambil hutang. 

Kalau misalnya Yakuza yang imut dan kecil ini datang mau ngambil hutang, aku akan benar-benar membiarkannya mengambil rumahku. Lalu, jika bisa aku ingin dia mengambilku juga. 

"Hei, hei Hiyori. Mungkinkah dia sedang keluar?" 

"Nggak mungkin. Beda denganmu, dia tidak akan salah tempat dan waktu pertemuan." 

"Bukan itu yang kumaksud…" 

Hiyori tidak menghiraukan nasihatku dan tetap menekan tombol itu. Lalu suara kunci dibuka datang dari pintu. 

"Ah. Aku tau dia ada di dalam. Ngomong-ngomong, sudah lama juga aku tidak bertemu dengan kakak iparku." 

"U-uwahh….. Aku jadi deg-degan." 

Ini mungkin akan jadi pertemuan pertama dengan calon kakak iparku dimasa depan. 

Dan tentu saja hatiku jadi berdebar kencang. Aku harus memperlihatkan diriku sebagai orang baik. 

Aku menegapkan badanku dan menekan kakiku sambil menunggu pintu itu dibuka selama 30 detik. 

Aku masih bisa mendengar suara kunci dibuka dari pintu, tapi pintunya sama sekali tidak terbuka. 

"….Apa yang terjadi." 

Kekuatan dari badanku perlahan menghilang, gara-gara itu badanku mulai merinding. 

Entah apakah karena kekuatan yang terpampang di wajahku atau bukan, saat Hiyori yang berdiri disampingku melihat ke arahku dia terlihat terkejut seperti ingin berkata “uwahh….." Aku melihatnya dari ujung mataku. 

Sabar, sabar. Jangan berikan kakak iparnya kesan yang buruk. HARUS TETAP KEREN SAAT MENEMUINYA. 

Ka-cha bersamaan suara itu berbunyi, pintunya perlahan terbuka. 

"Huh. Aku nggak tau apa yang terjadi tapi akhirnya pintunya terbuka juga. Ada apa sih kakak ipar……….." 

Dibalik pintu yang terbuka sedikit, disitu berdiri pemuda berambut putih dengan keringat di dahinya, seperti telah mendapatkan sesuatu, dia memberikan tampang senang. 

Dia terlihat lebih muda dari apa yang kudengar. 

Aku ingat perbedaan umur Hiyori dan kakaknya yang katanya sangat jauh. Jika begitu, berarti pernikahan mereka punya perbedaan umur yang sangat jauh. “Ma-maaf. Aku tidak tau cara membuka kunci...” 

Tidak tau cara membuka kunci? Hah? Apakah itu sesuatu yang akan dikatakan orang yang sudah hidup disini sekian lama? 

Berbagai macam pertanyaan mulai muncul dari otakku satu persatu. Tidak, tidak tidak tunggu. Berhenti berpikir seperti itu. 

Bagaimana jika dia benar-benar kakak iparnya Hiyori. 

Jika aku bersikap kasar kepadanya itu mungkin akan mempengaruhi masa depanku. 

"Kakak iparmu sangat muda ya, Hiyori….." 

Aku tersenyum dan melihat ke Hiyori, tapi yang kulihat adalah Hiyori yang membuat wajah yang tidak pernah kulihat sebelumnya. 

Matanya bersinar seperti permata kecil dan pipinya merah seperti terwarnai oleh pigmen buah persik.
"KERENNYA……" 

Apa yang dikatakan Hiyori dan pandangan yang dia buat, itu sudah pasti ditunjukkan kepada pemuda berambut putih itu. 

“Ke, kenapaaaa HIYORI?! EH? KATAMU DIA KEREN?! TAPI BUKANNYA DIA KAKAK IPARMU SENDIRI?!!!” 

Menghadapi pertanyaanku, dia hanya menggelengkan kepalanya tanpa mengalihkan pandangannya dari pemuda itu. 

“Tidak. Ini pertama kalinya aku melihat pemuda ini. HEBATNYA.....” 

PA-CHA, aku mendengar suara seperti keramik yang retak kemudian pecah menjadi kepingan-kepingan kecil. Sudah lama tidak bertemu fans-fans gila Asahina yang dikubur oleh Hiyori sendiri, setelah beberapa lama mereka datang kembali dari langit dengan telanjang bulat dan ingin membawaku pergi. Apa sih masalahnya sekarang? 

Ini sudah pasti rumah kakak ipar Hiyori. 

Karena itu, kenapa ada orang yang Hiyori tidak pernah temui di dalam rumah? Tidak, pemuda ini benar-benar terlihat mencurigakan. Atau harus kubilang dia MEMANG mencurigakan. 

Omong-omong, jika aku tidak menghilangkannya dari depan Hiyori....! 

“Si-siapa kau! Ini rumah kakak iparnya Hiyori kan?! Kenapa kau ada disini?!”

Ditanyai dengan kasar, pemuda itu hanya tampak kebingungan. 

Badan tinggi dengan wajah ganteng, saat aku melihatnya lagi aku jadi tambah marah. 

“Eh? Hiyori adalah....ah, Sensei pernah menyebutnya.” 

Pemuda itu tampak mengerti dan berjalan ke arah Hiyori dari pintu masuk tanpa sepatunya. 

“Senang berkenalan denganmu. Namaku adalah...uhm, kurasa namaku Konoha.” 

"Ehhhh….. aduh, apa yang harus kulakukan…..! Ah, senang berkenalan denganmu! Aku Hiyori Asahina, Sensei...maksudmu kamu murid kakak iparku yah?" 

"Eh? Hmmmermm…… bisa kau bilang begitu." 

"Sudah kuduga! Jadi kamu diam dirumah dan mengawasi rumah selama ini? Sepertinya kakak ipar benar-benar sibuk....” 

"Ya, karena kau sudah disini ayo masuk." 

Tidak, tunggu dulu. Kenapa suasananya langsung berubah menjadi senang. Setelah berbicara dengan pemuda bernama Konoha, seperti telah bertemu pangeran idamannya wajah Hiyori kembali bercahaya. 

Dan aku tidak merasakan keberadaanku di matanya. 

Gutsu gutsu, hatiku mendidih karena kemarahan dan suaranya terngiang di telingaku. 

"So-soal itu Hiyori. Bukannya dia agak mencurigakan~……. Aku merasa semua perkataannya bohongan….." 

"Huh??!! Apa katamu??!! Apa gunanya cowo ganteng seperti ini bohong kepada kita?! Kamu bodoh yah?!!"
"Eeekk…!" 

Setiap perkataan Hiyori menusuk hatiku. Aku langsung kalah oleh teori tidak masuk akal darinya. 

Setelah serangan yang menekan itu, teori lamaku untuk mempertahankan diri semuanya jadi tidak berguna. Tidak ada yang bisa berguna selain mengecil menjadi gumpalan debu.

"Hei, Konoha. Lupakan anak ini dan mari kita masuk, oke?" 

"Eh? Tidak, katanya aku harus menyambut anak ini juga." Kata pemuda itu sambil berjalan ke arahku.

"Uhm Aku Konoha. Salam kenal?" 

"……….Aku Hibiya Amamiya. Salam kenal……!!" 
 
Aku berusaha keras menahan api kecemburuan yang membara di hatiku dan menggunakan seluruh usahaku untuk mengatakan dua kalimat dasar ini. 

"Wow~ baguskan Hibiya. Dia menyambutmu dengan sangat baik! Sekarang kita masuk, oke? Ayo, Konoha!" 

"Ah, ya" 

Tanpa menyembunyikannya, aku melototi Konoha yang punggungnya didorong oleh Hiyori dan masuk ke dalam rumah. 

Siapa sih cowo ini? 

Memanggil kakak iparnya Hiyori dengan ‘Sensei’, dan juga disuruh menyambut kami ke dalam rumah. Mungkin dia benar-benar murid atau apalah. 

Tidak, biarpun benar begitu. 

Hal yang terpenting sekarang adalah bagaimana cara mengusir pemuda itu dari rumah ini SEGERA, dan mendapatkan cara supaya Hiyori melihatku kembali.

Aku mengacungkan jari tengahku ke arah fans gila Asahina yang meledekku di udara dan berjalan ke dalam rumah, aku juga menghantam pintunya dengan belakang tanganku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar