Rabu, 25 September 2013

Shinigami Record I

Rekaman Dewa Kematian I
(Aku ini Apa?)

Tanpa kanan atau kiri, maupun atas atau bawah.

Tanpa dingin ataupun panas.

Itulah tempat dimana dulu aku berada.

Meskipun sekarang aku telah mengetahui apa arti dari ‘waktu’, aku masih tidak mengetahui berapa lama aku menghabiskan waktu di tempat itu.

Awalnya, saat aku masih di situ, aku bahkan tidak mengerti apa itu ‘kegelapan’.

Tidak sampai aku menemukan apa yang dimaksud dengan ‘cahaya’, saat itu aku baru  menyadari bahwa dulu, aku berada di tempat yang gelap.

Sepertinya itu hal yang biasa di dunia ini.

Saat kau menemukan sesuatu yang baru, pada saat itu barulah kau mengerti hal yang sebelumnya.

Aku menemui ‘hari ini’ dan barulah aku mengerti tentang ‘kemarin’.

Aku menemui ‘pagi’ dan saat itu aku paham tentang keberadaan ‘malam’.

Baru-baru ini aku menemui ‘musim dingin’, dan barulah kuketahui tentang ‘musim panas’.

Ketika aku mendapatkan pengetahuan ini, akhirnya aku menyadari kalau dunia ini berubah dengan cepat dan drastis.

Dari tempat dimana kegelapan berkuasa sampai pada detik ini, dunia tiba-tiba dipenuhi dengan berbagai hal, dan selalu berubah tiap aku mengkedipkan mataku.

Kali pertama aku mengedipkan mataku, itulah saat pertama aku merasa tertarik dengan dunia yang bahkan tidak kusadari keberadaannya.

‘Langit’ yang membedakan antara cahaya dan kegelapan.

‘Laut’ yang berkilauan warna birunya saat disinari matahari.

‘Hujan’ yang turun ke ‘bumi’.

Dan ‘kehidupan’ yang muncul di situ, di bumi.

Tanpa disuruh, aku mengamati ‘mereka’ yang bermunculan di dunia ini, dan terus  mencoba untuk mengerti apakah mereka, agar dapat memahami mereka.

Semua yang lahir di sini, dan yang pada akhirnya mati. Aku hanya terus-menerus mempelajari mereka....Aku rasa hal ini sudah kulakukan dalam jangka waktu yang panjang.

Agar tidak ketinggalan apapun yang dapat kupelajari—aku menghabiskan waktu mengamati perubahan dunia ini.

Dan suatu hari, aku menyadari sesuatu.

Sekali aku mulai berpikir, aku sangat benci berhenti.

Sama seperti saat aku berada di kegelapan, dan memilih untuk berada disitu tanpa memikirkan apa-apa, isi kepalaku yang telah mendapatkan ‘pengetahuan’ mulai mempertanyakan berbagai macam hal.

“Ini apa?”

“Bagaimana itu terbentuk?”

“Kenapa ini ada di sini?”

Tanpa ada cara ataupun alasan untuk menahan rasa penasaranku, aku menyerahkan diriku kepada pertanyaan-pertanyaan itu dan terus mempelajari setiap hari yang datang.
*
Suatu waktu, saat aku memasuki sebuah gua dan menelusuri jalan yang sempit, aku berhenti di tempat yang luas dengan sebuah danau.

Melalui celah langit-langit batu di sana-sini, cahaya matahari mengalir masuk dan menyinari permukaan danau.

Ketika aku menatap ke permukaan danau yang agak tersinari, sebuah bayangan kecil terpantulkan di situ.

Bayangan itu bergoyang, seakan sedang memperhatikanku selagi dia berdiam di situ. 

Bentuknya berbeda dengan makhluk lain yang pernah kulihat sampai sekarang.

Asalnya, aku tidak terlalu peduli. Karena makhluk hidup bukanlah sesuatu yang sulit ditemukan, dan apapun itu, dia tidak aneh.

Tetapi, apa yang mengejutkanku adalah dia sepertinya menyadari diriku.

Waktu itu, rasanya sulit dipercaya bahwa ada sesuatu yang dapat melihat diriku.

Semua makhluk yang pernah kutemui sampai sekarang, biarpun aku merasa kami sama-sama makhluk hidup, belum pernah ada yang mengakui keberadaanku.

Biarpun bayangan yang ada disitu tidak mempunyai ‘mata’, aku merasa dia menatapku dengan seksama.

Rasa penasaranku muncul. Aku menatap bayangan itu, dan barulah kusadari bahwa sebenarnya, dia adalah aku.

Itu sangat mengejutkanku.

Kenapa aku baru saja menyadarinya sekarang, kalau aku, sama dengan makhluk lainnya, mempunyai bentukku sendiri?

Pertama kalinya aku menemui ‘bentukku sendiri’, otakku dipenuhi rasa penasaran dan ingin tahu.

“Sejak kapan aku menjadi begini?”

“Terlihat seperti apa aku di sini?”

“Kenapa aku terlihat seperti ini?”

Aku memeriksa setiap senti badanku sendiri sambil berpikir seperti itu.

Tetapi, aku tidak menemukan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan itu.

Perasaan yang aneh.

Rasanya seperti aku tidak mengerti diriku sendiri.

Meskipun aku mampu memahami makhluk-makhluk lainnya....

“Siapa yang menciptakan diriku?”

Karena pertanyaan tiba-tiba itu, untuk sementara, otakku terpenuhi dengan hal itu.

Saat memikirkannya, mungkin saja aku sama dengan ‘makhluk’ yang tiba-tiba muncul di suatu hari.

Tetapi, jika aku sama dengan mereka, harusnya ada sesuatu, suatu tempat, yang telah melahirkan diriku. Namun kenyataannya, sampai sekarang aku tidak pernah menemukan makhluk yang seperti itu.

Aku sudah melihat awal mula semua ‘makhluk hidup’. Dan kalau dipikirkan seperti itu, aku pasti telah terlahir dengan cara yang sangat berbeda dengan mereka.

Tambah lagi, dengan waktu, mereka tidak bisa mempertahankan bentuk mereka, dan saat mereka pada akhirnya punah, aku masih disini tanpa ada ciri-ciri penuaa. Jadi jika dipikirkan dari sudut itu, akan lebih masuk akal jika menganggap bahwa aku berbeda.

Tetapi....

“Kalau begitu, aku ini apa?”

Dari dulu hingga sekarang aku menjelajah untuk belajar, mengikuti berbagai hal yang kutemui. Namun, sekalipun aku tidak pernah memikirkan tentang diriku sendiri.

Untuk mencari suatu jawaban atas pertanyaan ini, aku mulai memikirkannya dengan giat.

Kupejamkan mataku, menenggelamkan diri dalam kegelapan yang menyebar sebelum tidur.

Aku ingat kegelapan yang sangat mirip dengan ini dulu.

Aku akan mengikuti jejaknya.

Sekali lagi, dari permulaan.
......................................
..............................
......................
.............
.........
....
.
……Sudah berapa lama waktu berlalu?

Aku sudah berada di sini dalam watu yang cukup lama, di penjelajahan ingatan untuk mencari penjelasan tentang diriku sendiri.

Aku bergantung pada semua pengetahuan yang telah kukumpulkan sampai sekarang, dan terus-menerus mengikuti satu persatu keajaiban hidup lainnya.

Rasanya kepalaku seperti membeku.....tidak, tidak sampai seperti itu, tapi rasanya tidak jauh dari situ; begitulah perjalanan ini berlangsung.

Dan, hanya dengan rasa penasaran yang mendorongku kedepan dalam perjalanan pikiran ini, aku sampai di akhir.

Aku menelusuri memori paling awal yang bisa kuingat, sampai pada saat aku menutup mataku di sini.

Namun, kesimpulan yang akhirnya kudapat adalah…..

“…… aku tidak mengerti.”

Kesimpulan ini, jawaban yang aku temukan ini, berhasil menghancurkanku, membuatku pusing dan kesal.

Akhirnya aku sadar, aku tak bisa menjelaskan keberadaanku dengan cara apapun.
Bahkan di situasi terburuk, dengan waktu, tak ada sesuatu yang tidak bisa kumengerti, tapi kali ini?

Walaupun aku terus mengulang pencarian ingatan tanpa henti, jawabannya tetap tidak muncul.

Sejujurnya, menghadapi pertanyaan yang tak bisa kutemukan jawabannya sangatlah menjengkelkan.

Menjengkelkan….huh.

Mungkin ini salah satu efek samping dari pencarian ingatan.

Pikiranku melambat saat aku mempertimbangkan ini, dan aku membuka mataku untuk pertama kalinya setelah beberapa waktu.

Seperti sebelumnya, permukaan air di depanku memantulkan bayanganku. Sebuah bayangan hitam. Tanpa kepala, kaki, maupun ekor. Hanya sosok makhluk hitam yang ada di sana.

Karena penampilanku yang tidak bisa digambarkan, kejengkelan yang kurasakan sebelumnya menjadi semakin kuat.

Jika aku memiliki bentuk, aku harap aku memiliki penampilan yang lebih mudah dimengerti.

Seandainya saja aku mempunyai kaki, dan kepala....jika aku mempunyai wujud seperti itu, aku akan memiliki waktu yang jauh lebih mudah dengan penjelasan tentang keberadaanku disini. 

Saat aku memikirkan tentang hal itu, tiba-tiba dua titik merah samar-samar muncul pada bayangan hitam itu yang dipantulkan dipermukaan air. Entah kenapa aku merasa tersindir.

Merah, warna dari darah yang mengalir dalam makhluk hidup, warna terang yang nampak bersinar.

Walaupun agak mengejutkan bahwa aku telah menjalani perubahan, entah bagaimana aku bisa menjaga ketenanganku soal ini.

Apakah ini….’mata’. Aku yakin bahwa mereka tidak ada di sana sebelumnya, tapi….. 

Begitu yah. Jadi aku memiliki ‘mata’.

Sepertinya aku mulai terlihat seperti ciptaan lainnya,   tapi, apakah aku benar-benar seperti itu? Masih ada sesuatu yang membuatku berbeda dari mereka, tapi, apa…?

Dengan informasi yang baru kudapat, aku bersiap untuk kembali berpikir, tapi pada saat itu, aku mendengar sesuatu dari belakangku, suara kerikil yang saling beradu.

Walaupun aku terkejut, aku dengan tenang membuat keputusanku.

Aku tahu suara ini. Ini suara makhluk yang bergerak dengan kaki yang menyentuh tanah.

Aku langsung melihat ke arah suara tersebut. Sepertinya pemilik suara itu berjalan di jalan yang sama denganku saat aku ke sini.

Dari suaranya yang terdengar semakin dekat, mereka sepertinya makhluk kecil yang berjalan dengan dua kaki. Beberapa dari mereka.

Saat aku memikirkan ini, apa yang muncul selanjutnya adalah beberapa makhluk kecil, seperti yang telah kuprediksikan.

Tetapi, ada juga yang tidak pernah kulihat sebelumnya.

Apa yang membuat mereka asing adalah mereka membawa ranting bersulutkan api. 

Mereka pasti melalui gua yang gelap ini dengan bantuan cahaya dari api tersebut.

Menyerah pada rasa penasaranku, aku menatap mereka dalam-dalam, dan akhirnya makhluk-makhluk tersebut mendekat kepadaku.

Saat mereka melakukannya, aku dapat melihat penampilan mereka lebih jelas dengan sinar dari api.

Mereka memakai sesuatu yang seperti bulu, sesuatu yang dijahit menjadi serat dari materi organik.

Selain itu, mereka memiliki sesuatu yang seperti batu kecil di pinggang. Sepertinya batu itu sengaja diasah untuk melindungi diri, mungkin.

Mereka juga mengetahui bagaimana caranya menggunakan api, sepertinya mereka  makhluk yang cerdas.

Melihat sekeliling lingkungan mereka, tingkah mereka seperti menunjukkan kalau mereka berhati-hati tentang sesuatu. Mungkin itu adalah jenis kehati-hatian yang mereka tampilkan di sekitar predator.

Dengan ukuran mereka, mereka bisa langsung ditelan jika bertemu makhluk yang lebih besar dari mereka. 

Saat aku memikirkan tentang ini, aku terus mengamati mereka, dan tiba-tiba, mereka berhenti, mengangkat obor mereka bagaikan mengarahkan cahayanya ke arahku, dan mengeluarkan teriakan yang keras. 

Teriakkan keras yang biasa dikeluarkan sesuatu saat dia hampir ingin dimakan. Terkejut dengan hal itu, aku langsung berpikir.

Apa!? Kenapa mereka membuat semua keributan ini!?

Tanpa menunjukkan keramahan sedikitpun padaku, dan tanpa menghentikan teriakkan mereka, makhluk tersebut mulai mengayunkan api yang mereka pegang di tangan mereka.

Dalam kegelapan, merah padam muncul, menari dan melayang di udara.

'Api.'

Sesuatu yang membakar.

Aku tau itu. Tapi kenapa mereka mengayunkannya seperti itu?

Mereka seperti sedang mencoba menjauhkan sesuatu. Aku tidak begitu memahami apa yang mereka lakukan, tapi pada saat ujung dari nyala api yang berayun menyentuhku, aku tiba-tiba sadar apa artinya.

Pemikiranku yang tenang terhenti. Sebagai gantinya, sebuah perasaan  mengerikan yang tak pernah kualami sebelumnya memenuhi pikiranku. 

“Panas.”

Panas panas panas panas.

Perasaan yang tajam, cepat, dan kasar ini benar-benar membingungkanku.

Apa ini!?

Sakit!

Panas!

Aku tak mengerti ini, ini menyakitkan, aku tidak tahan!

Makhluk yang ada di depanku—disinari api— membuka mata mereka lebar-lebar, dan aku pastinya telah tertangkap oleh tatapan itu.

Pikiranku dipenuhi dengan kesakitan luar biasa, aku merasakan sensasi mengejutkan yang tak nyaman datang kediriku.

Panik, aku menjauhkan dari mereka agar tidak terkena api-api itu untuk keduakalinya, dan melihat api-api itu yang meninggalkan garis jingga di udara.

Aku mencoba membengkokkan badanku untuk menambahkan jarak antara diriku dan api-api itu, tapi bagian yang terbakar berdenyut nyeri. Rasa sakit yang mendera membuatku tak mampu menemukan kekuatan untuk melakukan itu.

Aku tak bisa lari dari gelombang kesakitan ini. Saat aku menyadarinya, untuk pertama kalinya sejak aku lahir, aku baru mengerti tentang sesuatu yang disebut 'ketakutan' 

Kenapa ?

Aku tak pernah terbakar oleh api sampai sekarang.

Memang, aku tak pernah bersentuhan dengan apapun, namun apa artinya ini?

Aku benar-benar mencoba berpikir, tapi sensasi baru yang masuk dengan sendirinya ke dalam tubuhku, ‘takut’, menggangu pemikiranku.

Walaupun makhluk-makhluk itu terlihat terkejut saat aku meloncat kebelakang, mereka mendorong api tersebut ke arahku lagi.

Percuma saja aku mencoba kabur dari sini.

Pikiran dan badanku terlalu kewalahan dengan apa yang baru saja terjadi.

Yang bisa aku lakukan hanyalah gemetar dalam ketakutan kepada mereka yang membawa kesakitan padaku.

Apa masalahnya dengan mereka—hingga menakutiku seperti itu. Apa yang ingin mereka lakukan padaku?

Makhluk hidup menyerang sesama? Apa maksudnya itu…..

“…Apakah mereka ingin memakanku?”

Saat aku memikirkan itu, benakku semakin penuh dengan ketakutan.

Alasan mengapa makhluk hidup menyerang makhluk hidup yang lain di dunia ini.

Biasanya, itu untuk ‘makanan’.

Agar mereka dapat mempertahankan hidup mereka sendiri, mereka memakan makhluk hidup lain.

Memang benar, aku sudah tahu tentang hal ini.

Jika seperti itu, mungkinkan aku dimakan oleh sesuatu yang lebih kuat, seperti yang lain. Dimakan oleh makhluk itu, kemudian mati?

Pasti itu yang akan terjadi.

Setelah semuanya, mengesampingkan bagaimana aku mencoba untuk mundur, mereka maju ke arahku tanpa ampun.

Ahh, mereka akan membunuhku.

Aku mungkin akan dimakan.

Apakah aku akan mati?

Apa yang akan terjadi saat aku mati?

Apakah aku takkan bisa berpikir lagi?

Tiba-tiba, makhluk yang membawa api itu mengeluarkan sesuatu berbentuk aneh.

Benda itu terlihat seperti sejenis cairan yang berguncang-guncang di dalamnya.

Tanpa ragu, makhluk itu mengosongkan isi benda tersebut dan menyiramkannya ke padaku.

Setelah itu, makhluk tersebut membakarku dengan api yang mereka bawa.

Saat aku terbakar dengan nyala api yang benar-benar menghalangi penglihatanku, sakit yang amat sangat mendera tubuhku.

Bahkan saat aku mencoba untuk lari, tubuhku membatu karena takut, seperti menolak untuk bergerak, tidak ingin merespon.

“Panas. Sakit. Aku tak ingin mati. Aku tak ingin mati. Aku tak ingin mati!”

Kepalaku dipenuhi dengan hal itu.

Gemetar karena oleh rasa takut, aku sadar ini adalah akhir untukku; dan saat itulah makhluk-makhluk itu meneriakkan sesuatu yang membuatku tidak percaya pada pendengaranku sendiri.

“Kami akan membunuhmu! Monster!”

Teriakannya yang bergemuruh tidak berubah dari sebelumya.

Tetapi, di pikiranku, teriakkan makhluk tersebut menunjukkan suatu niat.

Sebelum aku dapat mencoba untuk memahami sensasi baru ini, ‘kesadaranku’ mulai menghilang.

Penglihatanku mengabur, mulai menggelap. Pada saat yang sama, aku merasakan kesakitan dan ketakutan pada tubuhku yang terbakar berkurang sedikit demi sedikit.

Tanpa ada cara untuk melawan, dan tak bisa melihat apapun, dalam kesadaranku yang semakin lama semakin menjauh, hanya teriakkan dari makhluk tersebut yang menggema dikepalaku.

“…Ada apa !? Apa yang terjadi!?”

“Ular! Sialan, sakit… mereka merayap! Hati-hati!

Apa yang mereka teriakkan?

Apa itu “ular”?

Aku tak tahu apa arti dari kata itu, tapi terlihat jelas mereka merasakan ketakutan dengan kehadirannya.

Entah bagaimana, aku dapat memahami sebanyak itu.
“Mundur! Kita mundur dulu sekarang!”

Setelah itu, satu dari makhluk itu berteriak dari jauh, dan aku mendengar suara kaki yang menginjak tanah.

Sepertinya mereka mulai berlari.

Tetapi, mengapa mereka tiba-tiba kabur?

Apakah mereka sangat takut dengan sesuatu yang dipanggil ular ini?

Aku masih tidak dapat melihat apapun, tapi dari suara mereka berlari, aku dapat memahami apa artinya itu.

Makhluk-makhluk yang tersisa lalu mengikutinya, suara langkah kaki mereka menggema. Sepertinya mereka berlari menuju pintu gua.

Kumohon, tinggalkan saja aku sendiri, doaku.

Walaupun mereka panik, langkah-langkah kaki mereka mulai berhenti, bekas dari gaung yang terpantulkan batu dan dinding masih menggema.

Sepertinya mereka pergi karena suatu alasan, dan aku berhasil menyelamatkan hidupku.

Tidak, mungkin tidak.

Aku tetap tak bisa melihat sekitarku, tapi aku tidak merasa sakit lagi.

Mungkin aku sudah mati karena kesakitan.

Saat pikiran tersebut melintas di benakku, aku mendengar suara denyutan di tengah kesunyian.

Aku tak mendengarnya dari luar. Malah sepertinya, itu datang dari dalam……

“….ah!?”

Tiba-tiba, kesakitannya muncul di bagian yang terbakar. Sensasinya yang tajam menembus pikiranku, membuatku menangis.

Pada saat yang sama, penglihatanku kembali. Kepalaku yang terasa ringan dan hampa mulai berputar.

Panik, aku melihat sekitar. Makhkuk-makhluk yang ada di tepi danau sudah tak dapat dilihat dimanapun.

Seperti yang kupikirkan, aku tak salah dengan fakta bahwa mereka telah lari. 

Walaupunakhirnya aku merasa lega, rasa sakit yang tajam terus mengalir melalui tubuhku bersama dengan suara denyutan yang bergelombang dari dalam.

Sakit… bersama dengan takut; dua-duanya adalah sensasi yang sulit dipikul.

Menilai dari tingkah laku mereka sebelumnya, sepertinya mereka juga pernah merasakan ini.

‘Kesakitan’ melahirkan ‘ketakutan’.

Itu ironis, tapi paling tidak, aku dapat memahami rasa sakit.
Sepertinya rasa sakit yang datang tidak akan hilang dalam waktu singkat. Tetapi, biarpun kesakitannya masih tertinggal, rasa ini tidak terlalu terasa dibandingkan dengan kematian.

Bahkan aku sendiri terkejut bagaimana aku sangat menghargai badanku sendiri.

Perlahan-lahan, pikiranku kembali manjadi normal, dan aku mulai mengingat kembali apa yang baru saja terjadi.

Mereka.....makhluk yang membawa api, apakah mereka sebenarnya?

Tanpa ada keraguan sama sekali, mereka sudah jelas datang kepadaku dengan keinginan membunuh.

Kalau dipikir lagi, mereka adalah makhluk yang menakutkan.
Untukku, apakah mereka ‘yang lebih kuat’?

Badanku yang menyedihkan mulai bergetar lagi.

Aku tidak pernah ingin mempelajari perasaan  yang disebut ‘ketakutan’ ini.

Aku ingin melupakannya secepat mungkin, tetapi perasaan ini telah melekatkan dirinya ke dalam diriku, sepertinya tidak ingin untuk dilupakan dengan mudah.

.......Begitu kah. Jadi ekspresi yang kulihat dari makhluk-makhluk lain disaat kematian mereka—mungkin karena ini?

Apa yang telah kualami tadi rasanya seperti semua milikku direbut, untuk selamanya. Terasa seperti jatuh ke dalam kegelapan tanpa akhir.

Di dunia ini, keputusasaan seperti itu terjadi terlalu banyak dalam sehari untuk dihitung.

Berpikir seperti itu, aku tiba-tiba menemukan bahwa dunia ini sebenarnya sangat menakutkan.

Bukan hanya keberadaan diriku sendiri yang tidakku mengerti, tapi juga berbagai hal tentang dunia ini. Sampai sekarang, aku hanya melihat sedikit dari permukaan.

Setelah mengalami perubahan, aku dapat melihat dunia ini denga sudut pandang yang sangat berbeda.

Pada saat aku menyadari ketidaktahuanku, aku merasa akhirnya aku bisa menjadi bagian dari dunia ini.

Aku tidak pernah mempertimbangkan pemikiran tentang ketakutan terhadap sesuatu. Untuk sekarang, aku hanya bisa menyerah terhadap perubahan dasyat yang kualami.

......Kalau dipikir-pikir, mereka sepertinya takut dengan sesuatu yang disebut ‘ular’, tapi apakah itu sebenarnya?

Penasaran, aku melihat tempat mereka berdiri sebelumnya dan menemukan sesuatu yang menggeliat penuh ancaman.

Sesuatu yang banyak jumlahnya, terlihat seperti tentakel hitam yang diperpanjang, terjalin satu sama lain dan menggeliat di tanah.

“Ah……!”

Saat aku melihat mereka, pikiranku kembali dipenuhi dengan kebingungan.

Sepertinya ketakutan adalah sesuatu yang kamu rasakan berulang-ulang setelah dialami sekali. Itu menyusahkan, sangat.

Apakah itu ‘ular’ yang ditakuti para makhluk pembawa-api? Sepertinya mereka ada banyak. Apakah mungkin mereka juga akan.....?

Badanku merasakan bahaya dan mulai gemetaran lagi, tetapi satu dari makhluk bernama ‘ular’ itu datang dan merayap ke arahku yang ketakutan.

Sepertinya aku telah berubah menjadi bentuk yang dapat disadari oleh makhluk hidup lainnya.

Aku paham, tapi aku tidak mempunyai cara bertarung melawan makhluk hidup lainnya.

Jika aku diserang lagi, aku tidak akan bisa melakukan apapun.

Aku mencoba menguatkan badanku agar bisa pergi menjauh dari ketakutan.

Tetapi, sama seperti sebelumnya. Aku tidak bisa menggerakkan badanku dengan baik.

Rasanya seperti aku tidak lagi mengerti bagaimana cara mengkontrol badanku untuk bergerak, dan semua kekuatan yang kukumpulkan menghilang entah kemana.

Biarpun begitu, aku tetap berusaha mencoba menggerakkan badanku, tapi ular-ular itu telah datang cukup dekat untuk membunuhku jika dia benar-benar ingin menyerangku.

 “Aku…… Ah, ja-jangan bunuh aku!”

Panik, aku meneriakkan itu tanpa berpikir.

Kata-kata itu terpantulkan ruang dari dalam batu dan menggema tanpa akhir.

Tentu saja itu kali pertama aku berteriak, dan aku sangat terkejut dengan tingkahku sampai-sampai badanku membeku.

Entah mengapa, aku merasa malu, dan kebingungan semakin memenuhi kepalaku.

Jangan bunuh aku.

Aku berteriak untuk menyampaikan itu, tapi apakah ular-ular itu mengerti?

Ular-ular itu berhenti bergerak, menjulurkan lidahnya, dan tiba-tiba berbicara.

“Tadi, kami menyerang manusia-manusia itu karena mereka adalah makhluk buruk yang menghancurkan tempat tinggal kami. Kami tidak memiliki alasan untuk membunuhmu.”

Aku mengerti apa tujuan ular-ular itu dengan baik.
Mereka telah menyatakan dengan jelas kalau mereka tidak akan membunuhku.

Seperti telah mendengar tujuan dari ular ini, atau mungkin mereka tidak perlu lagi, ular lain yang menggeliat berkurang dan menghilang entah kemana.

Sepertinya mereka tinggal di gua ini.

Selama aku berada dalam pemikiran, apakah waktu berlalu cukup lama bagi mereka untuk lahir dan beranak?

Tiba-tiba, antara dari kebahagiaan kesadaran bersama dari ular itu, ataukah dari kelegaan tidak adanya permusuhan, aku perlahan merasa mataku menjadi panas.

“Apakah kau menangis?”

“....menangis? Apa itu?”

“Ahh, kau tidak tau?.....Begitu...aku mengerti.....jadi kau tidak memahami apa-apa.” Ular itu melingkarkan badannya, dan menjulurkan lidahnya dua kali.

“Itu tidak benar. Aku sudah mengamati dunia ini lebih lama daripada dirimu. Aku tahu semua hal yang umum.”

Biarpun tadinya banyak hal yang tidak kumengerti, dan banyak hal yang baru saja kumengerti, aku malah mengatakan hal seperti itu.

Perasaan menyesal mulai muncul dalam kepalaku. Seharusnya aku mengatakan kalau aku tidak terlalu banyak tahu, jadi kenapa aku malah melebih-lebihkan?

“Jadi, kau apa?”

Seperti yang diduga, aku terkejut dengan perkataan ular itu.

Antara iya atau tidak, apakah dia benar-benar tahu atau tidak, dia telah menunjuk dengan tepat hal yang aku tidak kuketahui sama sekali.

Biarpun pikiran seperti ‘Pendengki bangsat’ memutar di dalam diriku, tidak ada yang bisa mengubah situasi, jadi aku menjawab dengan jujur.

“....I-itu, aku tidak tahu. Aku baru saja ingin mencarinya.”

Kalau tiba-tiba aku mengatakan bahwa aku tidak tahu tidakkan baik, tetapi aku tidak mempunyai cara lain untuk menjawabnya.

Mengatakan kalau aku tidak terlalu tahu juga tidak baik. Aku akan berhenti berbicara tanpa berpikir mulai sekarang.

Dengan jawaban tadi, ular itu menjawab dengan singkat “Begitu.”

Ucapannya terdengar merendahkanku, membuatku kesal lagi, tapi ular itu mulai berbicara kembali, jadi aku tetap diam.

“Ah, maafkan aku. Hanya saja, aku berbicara dengan bahasamu, jadi aku penasaran. Dan juga, ingin mengetahui tentang dirimu sendiri--kamu benar-benar makhluk yang aneh.”

Aku mendengar apa yang ular itu katakan, tapi aku tidak mengerti apa artinya.

Apakah ‘aneh’ jika aku ingin mengerti tentang diriku sendiri?
Agak masuk akal untukku jika itu yang dia maksud.

“Apakah yang kamu maksud? Mungkinkah kamu tahu apakah aku ini?”

Saat aku menanyakan ini, ular pun menjawab “Mungkin. Aku pun tidak mempunyai ide apapun tentang apa kau ini.” dan seperti biasa, dia menjetikkan lidahnya dengan cepat seakan mengejekku. Dan, seperti mengingat sesuatu, si ular melanjutkan,

“Ah, mungkin kau bisa mendapatkan suatu petunjuk dengan manusia. Mereka juga makhluk hidup yang bertujuan memahami diri mereka sendiri, jadi mungkin mereka akan berguna sebagai suatu ‘cermin’ untukmu.”

Apa itu manusia? Saat aku memikirkan ini dalam beberapa lama, aku menyadari kalau ‘manusia’ yang ular ini katakan adalah makhluk yang menyerangku tadi, dan aku pun dipenuhi dengan kemarahan.

“Aku harus bertemu dengan makhluk seperti itu lagi!? Mereka mencoba membunuhku  sebelumnya! Dan biarpun begitu, apa yang mungkin bisa kupelajari tentang diriku dari mereka.......”

Aku tiba-tiba mengingat suatu hal yang mereka katakan kepadaku, dan aku berhenti berbicara.

“……Monster.”

Ya, mereka memanggilku ‘monster’ 

Mereka, yang telah memanggilku itu tanpa keraguan—mungkin mereka tahu sesuatu tentang diriku. 

Namun……

“….Memang benar, sepertinya mereka tahu apa sebenarnya aku ini, tapi aku hampir dibunuh oleh mereka. Bila mereka menyerangku lagi saat kami bertemu kembali, maka mereka adalah musuh.”

Ya, diserang memang menakutkan. 

Itu hal yang menakutkan, sesuatu yang membuat semua makhluk hidup berusaha menghindar, apapun resikonya.

“Aku mengerti. Kau harus memutuskan sendiri apa yang akan kau lakukan, karena hanya dirimu sendirilah yang dapat menemukan jawabannya”

“ohh… apa yang harus kulakukan?” 

Bila aku tak bertemu manusia lagi, aku takkan bisa menemukan jawaban apa diriku ini. 

Namun, masalahnya adalah mereka yang mungkin akan menyerangku lagi saat melihatku, seperti sebelumnya.

Seperti telah lelah melihatku yang khawatir tanpa berhenti, si ular perlahan berbicara.

 “Hm. Kalau begitu, pikirkanlah kenapa manusia itu menyerangmu.”

“......Bukankah itu karena kami berbeda spesies? Aku menyadari kalau itu terjadi sama seperti makhluk-makhluk lainnya.”

“Kalau begitu, bagaimana kau menghindarinya jikalau kau diserang?”

“Bagaimana? Bagaimana.....kalau aku mempunyai penampilan yang sama dengan mereka, bukankah itu akan menghentikan mereka menyerangku?”

Mengatakan ini setelah berbagai pikiran, sang ular lalu mengayunkan lehernya, seperti menyuruh “Lihat ke danau.”

“Hm…. Apakah kamu memberitahuku untuk melihat diriku sendiri? Dan apa gunanya melakukan hal itu?”

Si ular tidak menjawab pertanyaanku, dan justru terus-menerus melakukan gerakan seperti mengatakan “Lakukan saja.”

“Apa yang mungkin bisa kulihat.......”

Bersamaan aku mengatakan hal ini, aku mencoba menggerakkan badanku, tapi sama seperti sebelumnya, ini terlalu sulit.

“Ugh…… apa artinya ini……”

Namun, biarpun dengan tiba-tiba dan pergerakan yang kasar, aku bisa menggerakkan badanku sedikit demi sedikit, yang mana lebih baik daripada sebelumnya.

Untuk apa aku melakukan ini?

Pikiranku dipenuhi dengan keluhan tentang suruhan si ular.

Pertama-tama, bukannya pantulan di danau cuma akan menunjukkan bayangan, seperti apa yang kulihat sebelumnya? Apa yang aku dapat setelah mengkonfirmasi itu?

Kalau aku tidak dapat pelajaran apa-apa setelah ini, aku akan melakukan sesuatu pada ular itu.

Ah, tidak, ular itu kuat. Itu tidakada gunanya.

Aku menyeret badanku hingga akhirnya sampai di pinggiran danau.

Biarpun hanya jarak yang pendek, aku sudah merasa sangat kelelahan.

Ini tidak pernah terjadi sebelumnya, jadi sebenarnya, apa yang telah terjadi kepadaku?

Saat aku memikirkan ini, aku menatap ke danau, dan yang kulihat ada seseorang yang sama sekali tidak kuduga, membuatku tak bisa berkata apa-apa.
Di permukaan air yang samar-samar, ada sesosok makhluk berwarna merah muda pucat.

Penampilan sesorang manusia.

Terkejut dengan apa yang kulihat tiba-tiba, aku tersentak dan berteriak.

Tetapi, manusia yang terpantulkan di danau tidak menunjukkan adanya tanda menyerang, dan dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan, hanya melompat ke belakang, sama sepertiku tadi.

Kembali sadar, pelan-pelan aku melihat kembali.

Berpikir sebentar, bahkan aku pun dapat mengerti apa arti dari situasi ini. 

“Ini....aku!?”
Aku, yang sebelumnya terlihat tidak lebih dari bayangan hitam, entah mengapa sekarang yang tercerminkan pada permukaan air tampak sangat mirip dengan ‘manusia.’

Meskipun badannya kecil bila dibandingkan dengan manusia yang sebelumnya, bentuknya tidak diragukan lagi.

Memang tidak ditutupi dengan sesuatu seperti bulu yang mereka kenakan, tetapi struktur tubuhnya tampak seperti manusia.

"A-apa...!"

Baru-baru ini, ada banyak hal yang membuat aku bingung, dan tanpa pengecualian, aku kembali kebingungan.

Dengan hal-hal aneh terus terjadi satu demi satu, itu wajar saja.

Seolah-olah mencocokkan bagaimana perasaanku sekarang, diriku yang tercermin pada permukaan air juga membuka mulutnya dengan ekspresi tidak bisa berbicara apa-apa.

‘Ahh, jadi inikah wajah yang kubuat saat aku kebingungan? Aku bertanya kepada diri sendiri.

Aku mengerakan lenganku, diriku yang tercermin pada permukaan air juga menggerakkan lengannya.

Dengan cara ini, aku berulang kali meraba tubuhku dengan kedua lenganku, dan saat aku menyentuh setiap bagian dengan jariku, otakku seakan menyampaikan pesan, "di sini.... ini tubuhku"

"Panas yang kurasakan dari badan ini sangat berbeda dengan panas api.”

Semakin aku menyentuhnya, aku semakin mulai menerima keberadaan tubuhku.

Rasanya seakan sebuah kesadaran dan kewaspadaanlah yang akhirnya membangunkan seluruh indra perasa dalam tubuhku.

Suara yang secara tidak sadar kugunakan dulu pasti berasal dari tenggorokan ini.

Dan jika selama ini telah bergerak dengan kaki ini, baru kusadari seberapa sulitnya seharusnya itu.

Didorong oleh rasa penasaranku, aku diam-diam terus meraba tubuhku, dan tanpa suara, wujud sang ular tercerminkan di permukaan air yang kutatap.

"Penampilanmu sudah seperti ini sejak awal, tapi kau yang tidak mengerti apa-apa, seakan tidak menyadari itu."

Selama sang ular berbicara, aku terus meraba tubuhku, dan menjawab dengan, "Aku baru saja menyadarinya." lalu meletakkan tanganku ke bawah.

"Aku akhirnya dapat memahami diriku sendiri sekarang. Bagaimana sebenarnya aku bisa menjadi seperti ini?"

Aku bertanya, dan ular menjawab, "Itu pun, aku tidak tahu. Aku belum pernah melihat makhluk seperti dirimu sebelumnya."

Aku tidak tau berapa banyak makhluk hidup yang telah lahir saat aku menghabiskan waktu berpikir disini, tapi selama ular ini hidup, dia tidak pernah melihat makhluk yang sama sepertiku.

Meskipun aku telah memperoleh tubuh dan kemampuan berbicara, sepertinya aku tidakkan menemukan jawaban yang benar untuk hal itu untuk sementara waktu.

Namun, biarpun dia mengatakan hal-hal yang menyindir, tampaknya ular ini tidak bisa banyak membantuku seperti yang diharapkan. Saat aku memikirkan itu, sang ular mulai berbicara lagi, 

"Tetapi ..."

Agak takut dia dapat membaca pikiranku, dengan tenang aku menjawab, "Ada apa?"

"Kau sangat aneh. Tiba-tiba muncul dari tempat yang kosong, mengubah penampilanmu dengan berbagai cara, dan mengerti cara bicara makhluk lain ...... Bagiku, sepertinya kau akan berubah menjadi ‘sesuatu’."

"Maksudmu aku akan menjadi diriku? Omong kosong. Aku adalah aku. Itulah yang akan kucari tahu. "

Saat aku mengatakan ini, ular itu menjulurkan lidahnya dengan cepat, dan mundur sambil berbicara "Tidak, aku tahu, aku tahu. Ini hanya omong kosong, jadi tidak perlu di pikirkan. "

"Nah, sebentar lagi aku akan kembali ke sarangku. Senang bisa bertemu makhluk menarik sepertimu."

"Kamu akan pergi? Aku mohon maaf kepada masalah apapun yang kutimbulkan. "

"Itu bukanlah masalah sama sekali," jawab ular, dan menghilang ke suatu tempat.

Hanya aku yang tertinggal dalam kesunyian.

Seperti sebelumnya, penampilanku yang meniru manusia terus tercermin di permukaan air.

"...... Manusia."

Aku mengangkat tanganku lagi, dan mengepalkan tanganku beberapa kali.

Kalau begini, seharusnya tidak butuh waktu yang lama membiasakan diri untuk menggerakkan badan ini.

Setidaknya, aku mengerti kalau aku tidak akan mampu memahami hal yang benar-benar ingin kuketahui dengan tetap tinggal di gua ini.

"Aku berharap tidak akan diserang lagi, tapi ......"

Setelah aku meninggalkan gua ini, kemungkinan besar aku akan pergi untuk menemui manusia.

Aku benar-benar masih tidak tahu apa gunanya melakukan itu, tapi sampai aku menemukan arti sebenarnya di balik kata "MONSTER," yang mereka katakan, rasa ingin tahuku tidak akan puas.

"......Ngomong-ngomong, tubuh ini sangat lemah. Seandainya saja aku berpenampilan lebih kuat. "

Apa yang telah terjadi dengan dunia luar?

Setidaknya, aku berharap sekarang bukan musim dingin.

Karena musim itu terlalu tenang dan tidak menarik.

Akan lebih baik jika itu adalah musim panas yang penuh perubahan, tapi, siapa yang tahu?

Dengan sedikit harapan dan banyak kegelisahan di dalam hatiku, aku berjalan terhuyung-huyung menuju pintu masuk gua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar