Rekaman Anak-Anak V
"Kenapa kamu mengatakan
hal seperti itu?!"
Dengan
sikap yang sangat mengancam Mary berteriak kepadaku.
Rambutnya
yang bergantung di sisinya berdesir dengan kencang bagai menunjukkan emosinya.
Kedua mata merah jambunya berubah menjadi merah gelap bersamaan dengan tempo
napasnya yang menjadi tidak teratur.
“O-oi,
Mary. Aku yakin Shintaro tidak bermaksud mengatakan hal yang buruk. Dan lagi,
itu hanyalah perkiraan. Kau tidak usah terlalu......”
Perkataan Kido hampir benar, tapi kurang terlalu mengena.
Aku
sama sekali tidak memikirkan apa yang kukatakan tadi sebagai ‘kemungkinan’.
Aku
yakin itu adalah ‘kebenaran’ yang sebenarnya.
Saat
mendengar perkataan Kido, Mary mengerang seperti ingin mengatakan sesuatu “Uuuuuuu…!” dan mulai meneteskan air mata.
Melihat
air mata itu, sepertinya Konoha mundur
beberapa langkah dengan ragu dan bolak-balik melihat antara wajah Mary dan aku.
“Aku,
aku......akan keluar sebentar.....!”
"Oi, Mary…!"
Mary
yang mengabaikan suara pelan Kido berdiri dan melompat keluar, kemudian pergi.
“Aku,
aku akan pergi mengikutinya!”
Mengatakan
itu, Konoha terbang pergi mengejar Mary. Dengan kaki yang ia miliki, tidak akan
ada masalah mengejarnya.
Hanya
kami berdua, Kido dan aku yang tertinggal di dalam ruangan ini. Kido
menghembuskan napas pelan “Hahh…”
dan merosot duduk di
kursi.
“Hei,
Kido. Bagaimana menurutmu?”
Saat
aku menanyakan itu, Kido menggaruk kepalanya dengan kasar dan menjawab,
“Sebenarnya aku berpendapat sama denganmu.”
“Memang
sepertinya kita yang salah. Pada akhirnya,
kalau kita melihatnya dari sudut pandang Mary, dia mungkin mendengarnya seperti
‘neneknya sendiri lah yang telah memberikan masalah kepada semuanya.’”
“Yah,
tidak ada yang bisa kita lakukan lagi, bukan? Tidak apa-apa, kalau kau
menjelaskan kepadanya dengan baik-baik dia pasti akan mengerti.”
Aku
duduk pada kursi dimana Mary duduk sebelumnya agar bisa menatap langsung Kido.
Dalam otakku, aku berencana untuk menyusun masalah ini dengan rapi, tapi ada
terlalu banyak hal yang tidak bisa kumengerti.
“Ya,
dengan ini kita akhirnya tahu apa Mary itu.”
“Iya,
seperti yang kita duga, disini tertuliskan semuanya dengan lengkap dan akurat.
Bahkan jika ini diberikan kepada orang yang tidak terlalu mengerti, dia akan
bisa memahaminya.”
Kata
Kido, lalu membalik lembaran
demi lembaran diari.
“Monster.....huh.
Pada akhirnya, era kapanpun itu manusia tidak pernah berubah.”
Ekspresi wajah Kido terlihat
layu bersamaan dengan dia mengatakan itu.
Anak-anak
ini mungkin juga pernah menerima perlakuan yang sama seperti di dalam diari.
“Pada
akhirnya, sepertinya kemampuan bernama ‘Mata
Penjelas’ adalah penyebab dari semua kejadian ini.”
“Iya,
dari sudut manapun kau memikirkannya, hanya itu saja yang bisa menjelaskan semuanya. Tapi....apa
kita bisa menyebutnya sebagai sebuah kemampuan?”
Pendapat
Kido benar. Diantara ‘sepuluh kemampuan’ yang muncul dalam
diari, tidak ada yang bisa menjelaskan dimana keberadaan ‘Mata Penjelas’.
“Tidak,
aku masih tidak mengerti. Paling tidak, kemampuan ini sepertinya tidak ‘digunakan’, tapi.....”
Selama
kami membaca diari itu, kami mengerti sesuatu; sepertinya kami tidak bisa lagi
bertanya langsung kepada pemilik diari ini untuk mengkonfirmasi apakah itu
benar-benar sebuah ‘kemampuan’.
Tetapi,
jika kemampuan ini telah menciptakan‘dunia
itu’, mungkin lebih baik jika kami juga menghitung ‘Penjelas’ sebagai salah satu dari kemampuan mata.
“Ngomong-ngomong,
pada situasi kita yang sekarang, kita sudah mengkonfirmasi kalau
ada enam orang yang ‘memiliki kemampuan’, ya.”
“Untuk
Hibiya, aku tidak tahu kemampuan mana yang
berada di dalamnya sekarang. Kau juga berpikir hal yang sama untuk Konoha,
bukan?”
“Ya,
kupikir kita tidak perlu meragukannya lagi. Tidak mungkin manusia normal dengan tubuh yang tersusun dari daging dan darah bisa melompat sejauh
sepuluh meter.”
Dari
dalam diari yang telah kubaca, kupikir tidak ada yang cocok untuk menjelaskan
kemampuan Konoha.
Jika
begitu, mungkin kemampuannya di antara ‘Mata
Terbangun’ dan ‘Mata Terbuka’,
kemampuan yang tidak dituliskan dengan detail di dalam diari. Hanya saja aku
masih bingung mana yang dia miliki di antara kedua mata itu.
“Ngomong-ngomong,
jika kita memasukkan Konoha, sudah ada 7 orang pemilik yang kita ketahui. Masih
ada tiga pemilik kemampuan yang belum kita kenali.”
“Untuk
sementara waktu, kita mungkin bisa bertemu dengan siapapun yang memiliki
kemampuan ‘Penjelas’ dan menanyakan
kepadanya beberapa informasi tentang ‘dunia itu’.”
“Jika hanya kemampuan itu sudah muncul pada sisi dunia
ini. Kalau belum, kita tidak
bisa melakukan apa-apa.”
Alhasil,
informasi yang bisa kami dapatkan dalam diari ini adalah sesuatu yang sangat
besar.
Misteri
‘dunia itu’ dan ‘kemampuan mata’ terhubung seperti diikat benang merah, dan mungkin
bisa kami jadikan sebagai
pertanda.
Kami
sampai pada suatu titik dimana tinggal sedikit lagi saja kami mungkin bisa
menemukan kebenaran dari serangkaian
insiden ini.
Seandainya
kami bisa terus melanjutkan dengan kecepatan seperti ini, mungkin kami juga
bisa mengambil alih ‘dunia itu’ dan mengambil
kembali orang-orang yang telah ditelan ‘dunia
itu’, mengembalikan mereka ke sisi dunia ini.
“ ‘Dunia itu’, ya....”
“ ‘Dunia itu’, kau tahu....”
Aku
dan Kido sama-sama diam setelah mengatakan itu. Sepertinya kami ingin
membicarakan hal yang sama.
“......Bukankah lebih baik jika kita memberi nama untuk ‘dunia itu’? Agak sulit untuk membicarakannya jika kita terus memanggilnya ‘dunia itu’.”
“Kebetulan
sekali. Aku baru saja memikirkan hal yang sama.”
Biarpun
aku mengatakan itu, aku tidak memiliki kemampuan yang baik dalam menamai
sesuatu. Yah, memang kita tidak memerlukan nama yang keren, asalkan namanya
cocok dan mudah diucapkan......
“Bagaimana
dengan ‘Kagerou Daze’?”
Saat
Kido mengatakan itu, matanya terbuka lebar dan mulai berbinar-binar.
Ahh, sepertinya orang ini mengeluarkan aura percaya diri yang tinggi......adalah apa yang kurasakan saat melihatnya.
Memang
jika kau melihat ekspresi Kido, dia bagai mengatakan “Bagus banget, kan?” bersamaan dia menunggu reaksiku.
“Ngomong-ngomong,
‘Kagerou’ berarti kabut panas yang
muncul dan menghilang dengan cepat. ‘Daze’
memiliki arti ‘memusingkan’ atau......”
Ahh,
dia bahkan menjelaskan apa maksudnya.
Ini
sangat menyebalkan, dia seperti seseorang yang ingin menjelaskan cerita yang
dia ciptakan dengan sedetail-detailnya. Jujur aku berharap dia berhenti saja.
“O,
oh. Aku mengerti. Itu bagus, bukan? Jadi...”
“Tunggu.
Dengarkan aku. Masih ada satu lagi arti dibalik kata ‘Daze’.....”
Tidak
tidak tidak, ini menyusahkan.
Kita
sudah selesai dengan topik ini, kan? Apapun arti di balik nama itu, aku tidak
peduli. Aku sudah bilang itu bagus, kan?
“O,
oke! Yah, itu cukup masuk akal, jadi mari kita pulang sekarang. Susah banget
kan kalau kita pulang saat malam-malam.”
“Hm?
Ahh, benar juga. Bagaimana jika aku melanjutkan penjelasanku setelah kita
kembali ke markas?”
Sudah
cukup. Itu bukan nama yang cukup hebat
sampai kau harus menjelaskannya ribuan kali.
Yah,
pada waktu kami kembali ke markas, dia paling akan lupa tentang hal ini.
Ngomong-ngomong,
mendengarkannya berbicara mengenai ini dalam waktu yang lama akan sangat
menyebalkan. Jadi mari kita kembali ke markas dengan cepat dan buat Momo
mendengarkannya sebagai gantinya.
Aku
berdiri dari kursiku dan berjalan menuju pintu masuk.
Aku
membuka pintunya dan membuat cahaya matahari langsung mengarah kepadaku,
membuat suhu tubuhku meningkat dengan drastis.
Saat
kupikir kita akan melewati jalan yang sama untuk pulang, aku langsung merasa
kelelahan. Aku akan minta digendong oleh Konoha.....tidak, tidak bisa. Dia
membawa ransel.
Jika
begitu, aku akan meminta dia membawaku dengan tangannya.....tidak, di tengah
jalan ke sini dia membawa Mary. Apapun pilihannya, keduanya tidak bisa.
“Baiklah,
kira-kira dimana kah Mary?”
Kido
yang mengikutiku keluar rumah mengatakan hal itu bersamaan dia menutup pintu di
belakangnya.
Tidak
terlalu lama waktu berlalu sejak Mary mengatakan “Aku akan pergi keluar,” jadi dia pasti tidak terlalu jauh........
Kido
yang terkadang melihat sekililingnya sambil agak gemetaran melihat
bayangan putih besar berayun-rayun pada
sisi lain dari rumah, jauh di balik semak-semak.
“Oh,
dia disana, dia disana. O~i, Mary, maaf soal yang tadi! Kembalilah kemari!”
Saat
aku mengatakan itu, Mary yang sangat jauh meneriakkan sesuatu, dia terlalu jauh
dan aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas.
“Apakah
dia mengatakan sesuatu....?”
Aku
tidak punya pilihan lain, jadi aku menembus semak-semak dan melaju ke depan,
sampai aku cukup dekat untuk mengkonfirmasi bahwa apa yang berada di depanku
adalah Mary.
Seperti
sebelumnya, Mary meneriakkan sesuatu, tapi apa yang dia coba katakan?
Bagaimana
pun juga, aku melaju lebih dalam lagi, dan tiba-tiba, semak-semak di depanku
menghilang dari pandangan bagai tidak pernah ada di depanku.
Ketakutan,
kakiku berhenti melangkah.
Bersamaan
aku melakukan itu, aku dapat mendengar dengan jelas Mary yang menangis
meneriakkan “Tolong akuuuuu!” dengan suara yang sangat kasihan.
Saat
aku dengan sangat hati-hati mencoba mendekati Mary dari tempat semak-semak yang
menghentikanku, ada jurang kira-kira selebar 5 meter memisahkan kami.
“Ma,
Mary?! Bagaimana bisa kau berada di tempat seperti itu?!”
Saat
aku ingin menanyakan bagaimana dia bisa melewati jurang sejauh itu, aku melihat
pada sekitarku dan aku menemukan kayu panjang lurus menuju seberang jurang dari
kejauhan yang bisa digunakan sebagai jembatan.
Mary
mulai menangis tersedu-sedu bersamaan dia mengatakan, “A, hiks, ku, hiks, di, hiks, kej hiks, di kejar-kejar, hiks,
lebah, hiks.”
Mungkin
dia mengatakan, “Aku di kejar-kejar
lebah” atau semacamnya.
Mungkin
dia melewati kayu kecil itu saat dia lari dari kejaran lebah dan akhirnya
terdampar pada seberang situ, huh?
“Situasi
seperti apa ini....”
Tiba-tiba,
Kido muncul dari belakangku, dan setelah dia menyadari situasinya, dia
berteriak dengan terkejut, “Mary?!”
“Oi,
apa yang harus kita lakukan.....”
“Apapun
yang kita bisa. Kita harus melakukan sesuatu dan menolongnya, bukan? Oh iya,
kemana Konoha pergi?”
Benar
juga, untuknya jurang sebesar ini tidak ada apa-apanya.
Melompat
ke seberang situ, menjemput Mary, dan kembali melompat ke sini adalah hal yang
mudah untuknya.
“Memang
benar dia dapat membantu. Orang itu timingnya tidak pas sekali, kemana dia
pergi pada saat kita membutuhkannya....”
“Mungkin
dia tersesat?”
Punggungku dan Kido jatuh.
Dia
tidak ada disini sekarang—mungkinkah karena dia tersesat? Kira-kira kemanakah
dia pergi?
Ngomong-ngomong,
tanpanya disini, tidak ada yang bisa kami
lakukan. Jika aku melihat keadaan ini, memberi tahu Mary untuk “Lewati kayu itu lagi” terlalu kejam.
Tapi
menyuruhku melewati kayu kecil dan tidak aman itu dan membawanya kembali akan
sangat tidak mungkin seberapa kali pun aku mencobanya. Pertama-tama, aku bahkan
tidak memiliki keberanian untuk melewati jurang ini sampai ke seberang sana.
“Bagaimana
pun juga, kita hanya bisa menunggu Konoha....”
Baru
saja aku mengatakan itu, sesuatu yang kuning dan kecil masuk dalam area
pandangananku.
Dia
mengepakkan sayapnya dengan cepat dan datang tepat ke depan mataku.
Dia
adalah lebah.
"Gyaaaaahh!!"
Karena
peristiwa yang tiba-tiba ini, aku memutar balik badanku.
Aku
harus segera pergi dari sini, aku harus segera.....
Sekejap
aku berpikir itu dan melangkah pergi, kakiku malah dengan pintarnya menginjak
angin dan kekosongan daripada tanah.
......Sial,
aku mengacaukannya.
Wajah
terkejut Kido memasuki area pandanganku, dan dengan sangat cepat wajahnya
mengecil.
Seperti
ditarik oleh gaya yang sangat amat kuat, tubuhku mulai terjun dengan kepala lebih dahulu ke dalam
jurang.
......Ahh,
ini buruk. Tidak ada yang bisa kulakukan.
Aku
melihat figur Kido yang masih tidak terlalu jauh, dan mulai memikirkan akhir
dari hidupku.
Ini
akan sangat sakit, bukan? Yah tentu saja, jatuhnya dari ketinggian seperti ini.
Kalau
kupikir-pikir, saat Ayano meninggal, mungkin ini juga yang dia pikirkan.
Biarpun aku tidak mengerti apa-apa dengan hanya melihat dari atas atap, tapi
sekarang aku paham. Jadi beginikah rasanya.
“Dia
pasti ketakutan, iya kan?”
Tepat
setelah aku membisikkan itu dan menutup mataku, seluruh tubuhku bergetar dan
aku kehilangan kesadaran.
※
Pada
saat aku membuka mataku, apa yang pertama kali kusadari adalah darah melimpah
yang mengalir dari lubang luka di tubuh Konoha yang gemetaran.
Intuisiku
mengatakan bahwa dia lah yang menyelamatkanku.
Tubuhku
tidak terluka dimanapun, tapi pemandangan di depanku sangat menyakitkan
sampai-sampai dadaku serasa hancur lebur.
Di
samping Konoha ada sebuah batang kayu yang sebesar tangan manusia, tumbuh
seperti itu telah tertanam di tanah sejak lama.
Darah
tertempel pada ujung tajam batang layu itu.
Pastinya
itu telah tembus menusuk perut Konoha.
Jauh
di atasku, aku dapat mendengar suara-suara teriakan, tapi sekarang, daripada
memperhatikan mereka, aku lebih memikirkan dengan segala cara bagaimana aku
bisa menyelematkan orang yang berada tepat di depanku ini.
Ponselku
tidak ada jaringannya.
Biarpun
aku menggendongnya, pasti tidak akan sempat.
Dan
lagi, apa yang bisa kulakukan?
Pertolongan
pertama.....tidak, tidak bisa, ini bukanlah sesuatu yang bisa disembuhkan hanya
dengan pertolongan darurat.
Sesuatu.....apakah
ada sesuatu yang bisa kulakukan? Suatu cara untuk bisa menyelamatkan pemuda
ini.....
“Kenapa
kau melakukan ini.......!”
Aku
tidak bisa mengatakan apa-apa selain itu ke Konoha yang gemetarannya mulai
berkurang.
Konoha
pun berbisik dengan lemah untuk menjawabku.
Pada
waktu yang sama, dia memuntahkan darah dan kata-katanya hampir hilang dalam
suara batukannya, namun tak diragukan lagi, Konoha berkata, “Karena kita
teman.”
Badanku
terguncang dan air mataku mulai tumpah.
Apa
yang pernah kulakukan untuk orang ini?
Tidak,
tidak ada apapun yang pernah kulakukan untuknya.
Biarpun begitu, Konoha melindungiku dan tidak bisa lagi bergerak.
Cahaya
mulai menghilang dari mata Konoha dan hanya darahnya saja yang terus mengalir
menuju bumi ini.
....Oi,
kumohon, lakukanlah sesuatu. Kau ada di dalam tubuh Konoha, kan? Kami adalah
teman. Aku ingin menyelamatkannya. Kumohon, kumohon, tolonglah....
Setelah
aku berdoa, aku merasa udara disekitarku membeku dalam sekejap.
Seperti
dipelototi oleh sejenis hewan kecil; itulah apa yang kurasakan sekarang.
Tepat
setelah aku memikirkan itu, ular yang tak terhitung jumlahnya keluar dari tubuh
Konoha yang kaku, memperbaikinya kembali.
Mata
Konoha, yang tadinya tidak hidup, mulai bercahaya merah dalam kegelapan dan
denyut nadinya mulai kembali berdetak, sampai-sampai aku bisa mendengarkannya
dari kejauhan.
Tak
berdaya, aku hanya bisa duduk tercengang dan melihatnya, bersamaan dengan temanku
dibangunkan kembali tepat di depanku.
waaaa!! lanjutkaan > <
BalasHapusKYAAA!!!
BalasHapusKonoha nya kelihatan keren walau dalam keadaan begitu!! >w< *salahfokus
yo, lanjutkan!! And semangat terus buat ngetranslatenya!! :3 /