Sabtu, 23 Juli 2016

Kotonoha Karma III : Peringatan

Novel I Kotonoha Project
Kotonoha Karma Arc 
Terjemah Indo: Kaori Hikari
Terjemah Eng: Ku-ro-ha tumblr
Chapter III : Peringatan


“Pikir dulu sebelum melepas headphone-mu.”

Kira-kira dari siapakah aku mendengar peringatan ini?

Memori di dalam kepala Tsukasa tidak bisa memunculkan sosok yang telah memberinya peringatan itu.

Biarkan dirinya menjelaskan, hal itu bukan berarti seketika dirinya melepaskan headphone-nya maka masalah akan sekejap terjadi. Asalkan dia terus berhati-hati akan hal-hal di sekitarnya maka dia akan baik-baik saja. Walau begitu, terjaga setiap waktu membuatnya lelah, makanya dia lebih suka memakai headphone-nya daripada tidak.

“Jagalah dirimu sendiri dan bangunlah dinding kokoh di sekitarmu. Kamu harus memastikan dirimu tidak medengar perkataan apapun. Jika tidak, maka sesuatu akan terjadi.”

Apa ‘sesuatu’ itu?

Memang benar dia lebih sering tertangkap bengong daripada tidak, tetapi itu tidak mengartikan dirinya sama sekali tidak memiliki perhatian terhadap situasi di sekelilingnya. Sebab itulah headphone adalah benda yang sangat dirinya perlukan sepanjang waktu.

Agak terlambat untuk memperdulikan hal ini sekarang, tetapi mendadak sebuah pikiran terbesit di benak Tsukasa; Kelihatannya sekolah ini berusaha keras agar terlihat cerdas, tetapi menyerah di tengah jalan. Saat dia sudah pindah ke sekolah ini dirinya baru sadar kalau sekolah ini cukup terkenal.

Bukan berarti mengetahuinya sebelum dia pindah akan mengubah apapun.

Dengan hening, para murid yang terlihat kaya dan bangga akan kemurnian jasmani dan rohani mereka berjalan bergerombol menuju sekolah.

Pemandangan yang tak berubah dari hari-hari tak berwarna... adalah yang seharusnya terjadi. Namun, berbeda dari hari-hari biasanya, lebih banyak murid yang masih ada di belakang gerbang sekolah.

Hal itu dikarenakan pada hari ini, kereta yang biasa mengangkut para murid mengalami keterlambatan.

Walau begitu, sama seperti hari biasanya sang gadis yang menjabat sebagai ketua komite kedisiplinan – prefek sekolah ini – melambaikan tangannya, menandakan untuk pintu gerbang sekolah yang berat perlahan ditutup.

Tawa pahit keluar dari bibir Tsukasa. Bagi dirinya terlambat itu bukanlah masalah besar, tetapi murid-murid lainnya yang bernasib sama dengan dirinya pasti juga akan ditandai sebagai terlambat. Kasihan sekali.

Terkunci di luar gerbang, murid-murid itu mulai menimbulkan beberapa kegaduhan. Pada saat itu, sang prefek, gadis yang selalu giat sedia menceramahinya keluar dan berbicara, “Aku baru saja diberitahukan alasan mengapa kalian semua datang tidak tepat waktu. Biarpun begitu, aku tidak akan membuka gerbangnya. Sebagai seorang murid, kita harus belajar menanggulangi kejadian-kejadian tidak terduga seperti ini.”

Benar-benar logika yang menggelikan.

“Nama-nama murid yang ada di sini akan kami tandai sebagai terlambat. Setelah itu kalian akan diperbolehkan masuk sekolah melalui gerbang sebelah.”

Biarpun ada banyak murid yang mengolok untuk mengekspresikan ketidaksenangan mereka, pada akhirnya mereka semua membentuk barisan rapi, menunggu untuk ditandai.

Bagaimana bisa mereka berbaris dengan tenang pada situasi seperti ini?

Inikah hasil dari ‘latihan’ yang biasa mereka lakukan sehari-harinya? Mengikuti aturan tanpa basa-basi?

Tsukasa menjauhi barisan itu, bertingkah bagaikan dia tidak mendengar perintah yang diberikan.

“Seperti biasanya, kamu sungguh...!”

Seorang gadis berjalan ke arahnya sambil menghentak-hentakkan kakinya dengan amarah yang meledak-ledak, siapa lagi jika bukan ketua komite kedisiplinan yang sangat suka mencampuri urusannya?

“Kenapa kamu tidak baris...”

“Mm?”

“Kenapa! Kamu! Tidak! Baris!!”

“Jadi yang terakhir bukan masalah besar untukku.”

“Tidak baik membuat kebiasaan dari membengkalaikan tugasmu sampai menit terakhir! Menggunakan waktumu dengan bijak menunjukkan kebulatan tekadmu.”

Kebulatan tekad terhadap apa?

“Kamu tahu, yang lain berbaris – tidakkah kamu merasa kalau kamu tidak sopan?”

Tidak sopan ke siapa?

“Dan lagi, berhenti berpura-pura kamu tidak mendengarku-“

Tangan kanan gadis itu terulur, berusaha meraih headphone Tsukasa.

Telinga kanan headphone-ku kah. Apa kau menargetnya?

Bahkan jika gadis itu berhasil melepaskannya, itu takkan mengubah apapun. Mau keluhan apapun yang ia lontarkan, asal dia tidak fokus mendengarnya dia bisa tidak mengacuhkan semua perkataannya.

Selain itu, headphone yang dia punya kali ini sangat cocok di kepalanya, lengan kurus gadis itu tidak akan melepaskannya dengan mudah. Namun...

“Ah—”

Tanpa ada aba-aba dari siapapun, gadis yang tadinya berusaha meraih headphone-nya terpeleset. Bukan, bukan berusaha lagi, lebih tepatnya dia sudah meraihnya. Sontak headphone-nya terselip dan terlepas dari telinganya.

Dia tertangkap basah tanpa pertahanan apapun.

“——M-Maaf, aku tidak bermaksud melakukan hal sekasar ini.”

Kecelakaan tadi terlalu tiba-tiba, Tsukasa sama sekali tidak siap untuk itu.

Alhasil, kata-kata gadis prefek itu langsung menyerang indra pendengarnya. Beberapa detik berlalu dengan keheningan, Tsukasa terlamun, keheranan akan apa yang terjadi. Kini headphone miliknya tidak lagi di lehernya, melainkan bergelantung di lehernya.

“Aku tidak bermaksud begitu, tetapi... ahem, aku keluar topik. Sebagai seseorang yang masuk di sekolah ini, tolong ikuti peraturannya.”

Suara dari komite kedisiplinan mengalir sejernih kristal ke telinganya.

“...Aku mengerti, aku akan berbaris.”

Pada  waktu itu, tenaga yang ada di dalam diri Tsukasa hanya mampu untuk mengeluarkan kata-kata singkat. Dari samping sudut pandangnya dirinya bisa melihat kelam kabut yang terasa suram mulai berputar.

“Bagus. Yah, anu. Sebagai permintaan maaf atas tindakan kasarku, aku akan mengabaikan semua pelanggaran yang kamu perbuat dulu. Namun, jika lain kali aku menangkapmu melakukan hal yang salah, aku akan segera melaporkanmu ke staf.

“Lakukan apa yang kau mau. Dan lagi, aku akan berbaris.”

“Baiklah, asalkan kamu mengNg eE e e Rr rT i I

Tsukasa yang melihat sang prefek berjalan menjauhinya mengusapkan matanya saat pemandangan di sekitarnya terlihat membengkok.

Kabut yang tadi dirinya lihat sekarang berkumpul ke suatu tempat, memunculkan bayangan yang menyelimuti tanah.

Kelihatannya ini tidak baik.

Pada saat itu——

“kekeliruantanggungjawabperaturankewajibanlaranganmenahandiritatatertibseragamperaturan”

— sesuatu berkeluh.

“Siapa?”

“——hukuman” jawab lawan bicara Tsukasa, tetapi jelas sekali terlihat bahwa makhluk misterius itu tidak menyambutnya.

Dan lalu, sesuatu terbang menuju Tsukasa. Rantai-rantai merah dan hitam yang terbuat dari kata-kata melaju ke dirinya. Rantai-rantai yang begitu banyaknya terlihat terikat pada sesuatu yang tak bisa digambarkan dengan jelas oleh Tsukasa, mereka menyebar bagaikan mereka ingin mencoba mengubur semua hal yang berada di bawahnya.

Salah satu rantai yang menuju dirinya menghantam perutnya dengan kecepatan yang berbahaya, mendorongnya jatuh sampai terduduk.

Suara mengesalkan dari rantai-rantai yang bergerak membisingkan telinganya.

Kabut yang mengambang-ambang malas di atmosfer digabung dengan rantai-rantai yang terus bergerak membuat udara terlihat membengkok dan berputar-putar.

Hanya di saat Tsukasa berbaliklah dia menyadari bahwa gerbang sekolahnya tak terlihat lagi. Lenyap tak berbekas.

Semua murid berhenti berggerak. Tiada satupun yang membuka mulutnya untuk berbicara.

Semuanya menatap ke atas.

Tsukasa mengikuti pandangan mereka untuk mengetahui apa yang mereka lihat.

Ada sesuatu yang berdiri tegak dari asal muasal rantai-rantai yang merayap kemana-mana seperti ular.

Awalnya dirinya berpikir ini adalah semacam ilusi. Makhluk itu berbentuk hampir mirip dengan boneka cuaca yang digantung di langit dengan seutas benang.

Namun, makhluk itu memiliki cakar yang terlihat mematikan. Dan sungguh raksasa.

Bisa dibilang makhluk itu seperti boneka, ia memiliki sesuatu yang bisa disebut wajah. Tsukasa tidak tahu apakah makhluk itu memiliki mata, namun dirinya tahu kalau ia melihatnya.

Kau hampir bisa mengatakan kalau mata mereka telah bertemu.

Tidak, itu kurang benar. Lebih tepatnya makhluk itu telah menemukannya.

Tsukasa berpikir keras. Dan kemudian dia ingat. Dia ingat darimana monster ini datang.

Aah. Ini semua memang salahku.

Apa yang seharusnya tidak terjadi jika dirinya berhati-hati seperti biasanya, telah terjadi.

Aku tidak ingat siapa dirimu, tetapi terima kasih atas peringatannya. Sepertinya memang takdirku membuat dan diserang oleh monster aneh yang diciptakan oleh keluhan gadis itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar